Semua temen-temen gue yang pernah main ke rumah pasti tau gimana kerajaan rayap menguasai rumah gue. Kusen-kusen rumah sudah empuk habis digerogotin rayap. Parahnya, plafonpun sudah miring dan memaksa atap rumah jadi agak doyong. Rumah ini memang gue beli sudah dalam keadaan terayapi di mana-mana. Gue sama suami suka dengan luasnya rumah, dan ada tanah kosong di samping rumah yang bisa dijadiin taman. Namanya jodoh ama itu rumah, meskipun sudah tua akhirnya kami beli.
Setelah memendam rasa selama 13 tahun, menahan keinginan untuk punya rumah yang bagus, dan selama ini kami hanya memperbaiki yang bocor-bocor, yang dimakan rayap, yang doyong sana-sini secara parsial saja, alhamdulilah akhir tahun ini ada rejeki buat renovasi rumah secara total.
Gue sama suami cuma pingin rumah yang setiap bagiannya gampang diakses setiap hari. Nggak ada bagian yang ngumpet, nggak ada ruangan rahasia. Ini salah satunya karena rumah yang lama ini lumayan gede buat keluarga gue. Anak gue kadang takut pergi ke kamar paling belakang karena letaknya memang gak aksesable. Terlalu banyak nonton filem horror anak itu. Nah, untuk menghindari takut di rumah sendiri, maka didisain biar gak ada ruang tersembunyi.
Mengikuti peraturan yang ada kalau mau bikin rumah atau renovasi kita musti urus Ijin Mendirikan Bangunan. Nah , ini yang mau gue ceritain betapa IMB itu proses yang sesuatu banget…
Tadinya suami gue minta tolong sama kontraktor yang ngerjain rumah untuk ngurusin IMB. Pikirnya suami gue, si kontraktor sudah biasa bikin rumah pasti dia sudah familiar sama proses IMB. Pada awalnya kontraktor gue itu nolak halus. Dia minta suami gue aja yang urusin. Tapi mungkin juga dia gak mau kehilangan proyek (hihihi) akhirnya menyetujui untuk ngurus IMB.
Pertama dia disuruh bayar Rp 500.000 buat bikin gambar KRK (Keterangan Rencana Kota). Abis itu kontraktor gue dimintain duit satu juta lagi sama orang Kecamatan katanya untuk gambar layout rumah disesuaikan dengan ketentuan kota. Nah, terus dia dimintain lagi sepuluh juta rupiah buat ngurusin IMB. Kontraktor gue nyerah …. dia lapor ke suami supaya suami gue yang urusin IMB.
Sebenernya untuk ngurusin IMB sudah sangat terbuka banget kita bisa ngurus sendiri pakai IMB online. Apa-apa yang online tampak begitu mudah, kaann… tapi itu cuman screen saver aja ternyata.
Sebelum berurusan sama IMB online, gue sama suami pergi ke Kecamatan mau tau sudah sampai di mana pengurusan IMB gue. Karena asumsi kami , IMB sudah diproses. Ternyata belum, sodara-sodara. Masih nungguin gambar berformat autoCAD dari tukang gambarnya. Kami janjian ketemu sama tukang gambarnya di kecamatan gue itu (nggak usah disebut yaa ..kalo udah tau rumah gue di mana pasti tau kecamatannya apa). Ditunggu tunggu nggak datang ada nada kata-kata nggak enak dari orang Kecamatan yang berorientasi ke duit, akhirnya suami gue bilang kalo kami sendiri yang akan ngurus IMB-nya, upload sendiri ke sistem. Orang kecamatan yang namanya gak akan gue sebut (tapi sama sih sama nama seorang putri yang meninggal mengenaskan di suatu terowongan di negeri antah berantah sana), bilang kalau IMB online itu susah banget masuk ke web-nya. Parah, sering down, dan lain lain keluhan. Biasa deh,bikin orang down duluan.
Jadi yang disebut sebut sama IMB online ini adalah aplikasi workflow berbasis web berlabel Oracle. Suami gue yang biasanya jadi tempat orang bertanya soal computer atau software, juga bilang aplikasinya nggak gampang buat awam .Kalau pake browser dengan setting-an default nggak akan bisa masuk ke sistem IMB online itu. Jadi harus ada yang disetting lagi browsernya.
DI sistem online tersebut ada diagram alur proses IMB online yang gue bilang sih kayak layout komponen tv tahun 80 an. Tapi untungnya yang ngurusin online itu suami gue, bukan gue ….
Gue gak jadi pakai gambar CAD dari tukang gambar kecamatan. Suami gue nyuruh adiknya yang kuliah di arsitektur buat gambar sesuai ketentuan. Jadi gambar layout yang mau dibikin ditambah dengan resapan dan sebagainya. Juga memperhatikan peraturan perbandingan luas bangunan dengan luas tanah. Jadi sesungguhnya yang terjadi selama ini adalah peraturan sudah dibuat sebagus mungkin, diakali secantik mungkin, tapi pelaksanaan di lapangannya beda.
Setelah ngikutin setiap langkah-langkah prosedur yang kayak layout tv itu, 6 minggu kemudian muncul perintah bayar sebelum dokumen IMB keluar. Agak deg-degan juga dengan besaran yang musti kami bayar, meski sudah bisa tau ancar-ancarnya.
Tebak-tebak buah manggislah suami ke gue,
S : Ibu tau nggak kita musti bayar berapa untuk IMB ?
Gue : Em… mungkin tiga juta … (mengingat dipalak 10 juta, angka 3 juta buat gue masih masuk akal)
S : Salah … Tagihannya Satu tujuh empat ..
Gue : Haa ?? Murah banget ?? Jadi satu juta tujuh ratus ? Ah sialan tuh orang malakin kita 10 juta.
S : Bukan .. seratus tujuh puluh empat ribu 😀
Gue : Haaa ?? *hampir tergeletak dan butuh nafas buatan*
Bayangin, … rumah gue yang itungan bayar IMB Cuma Rp 174.000 dipalakin 10 juta rupiah gimana perumahan-perumahan mewah, ya ? Dipalakin berapa mereka ? ckckck ….
Nah, untuk bayar IMB gue musti ke Kecamatan lagi buat ambil surat perintah pembayaran. Gue ketemu lagi dong sama petugas yang namanya sama dengan Putri yang tersohor itu. Dan dia masih berusaha dapetin sesuatu dari gue !
Katanya gue masih ngutang satu juta karena belum bayar gambar.
Gue bilang, gue gak pakai gambar itu. Gue gak terima file CAD dari tukang gambar kecamatan.
Dia bilang, gambar udah ada kenapa waktu itu gak mau tunggu
Gue bilang, gue gak suka nunggu-nunggu nggak sesuai janji, gue banyak urusan
Dia bilang, oke deh kalo gitu gambarnya saya yang bayarin
Gue bilang, alhamdulilah …bagus itu
Dan berulang-ulang dia bilang mau bayarin gambar yang harganya satu juta rupiah.
Akhirnya gue timpalin ngomong kalau menurut kontraktor gue, kesepakatan gambar adalah 500 ribu rupiah. Tapi dia ngotot bukan untuk gambar.
Gue bilang, kenapa nggak keluarin kuitansi padahal terima duit ?
Dia bilang, saya nggak ngeluarin kuitansi
Gue bilang, kalau saya bikin kuitansi, tanda tangan , ya
Dia bilang, saya gak tanda tangan kuitansi
Asem , kan.
TErus dia buka laci, keluarin segepok kupon sumbangan PMI. Mungkin seharga lima ratus ribu atau sejuta rupiah.
Kata dia, ini ibu beli kupon PMI aja buat yang ngurus IMB.
Kata suami, saya baru baca koran kata Ahok kalo diminta sumbangan PMI untuk pengurusan IMB di Kecamatan jangan mau.
Dia menyerah. Kata dia, gak pa-pa kok kalo nggak mau nyumbang … kupon dimasukin ke laci lagi.
Jadi setelah terima surat perintah bayar, gue ke Walikota untuk bayar. Nggak lama ijin IMB jadi.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.